Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk
sinetron dengan judul yang sama, lihat Cahaya (sinetron).
Gelombang elektromagnetik
dapat digambarkan sebagai dua buah gelombang yang merambat secara transversal
pada dua buah bidang tegak lurus yaitu medan magnetik dan medan listrik.
Merambatnya gelombang magnet akan mendorong gelombang listrik, dan sebaliknya,
saat merambat, gelombang listrik akan mendorong gelombang magnet. Diagram di
atas menunjukkan gelombang cahaya yang merambat dari kiri ke kanan dengan medan
listrik pada bidang vertikal dan medan magnet pada bidang horizontal.
Gelombang
elektromagnetik yang membentuk radiasi elektromagnetik.
Cahaya adalah energi
berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata dengan panjang
gelombang sekitar 380–750 nm.[1] Pada bidang fisika, cahaya
adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang
gelombang kasat mata maupun yang tidak. [2][3] Selain itu,
cahaya adalah paket partikel yang disebut foton. Kedua definisi
tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga
disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum
kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya
dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern.
Studi
mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik
yang mempelajari besaran optik seperti: intensitas,
frekuensi
atau panjang gelombang, polarisasi
dan fase
cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan pendekatan paraksial geometris seperti refleksi
dan refraksi,
dan pendekatan sifat optik fisisnya yaitu: interferensi,
difraksi,
dispersi,
polarisasi.
Masing-masing studi optika klasik ini disebut dengan optika
geometris (en:geometrical optics) dan optika fisis
(en:physical
optics).
Pada puncak
optika klasik, cahaya
didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan
dan pemikiran, sejak tahun 1838 oleh Michael
Faraday dengan penemuan sinar katode,
tahun 1859 dengan teori radiasi
massa hitam oleh Gustav
Kirchhoff, tahun 1877 Ludwig
Boltzmann mengatakan bahwa status energi sistem
fisik dapat menjadi diskrit, teori kuantum sebagai
model dari teori radiasi
massa hitam oleh Max Planck pada tahun 1899 dengan hipotesa
bahwa energi
yang teradiasi dan terserap dapat terbagi menjadi jumlahan diskrit yang disebut
elemen energi, E.
Pada tahun
1905, Albert Einstein membuat percobaan efek
fotoelektrik, cahaya yang menyinari atom mengeksitasi elektron
untuk melejit keluar dari orbitnya. Pada pada tahun 1924 percobaan oleh Louis de
Broglie menunjukkan elektron mempunyai sifat dualitas partikel-gelombang, hingga
tercetus teori
dualitas partikel-gelombang.
Albert
Einstein kemudian pada tahun 1926 membuat postulat
berdasarkan efek fotolistrik, bahwa cahaya tersusun dari kuanta yang disebut foton yang mempunyai sifat
dualitas yang sama. Karya Albert Einstein dan Max Planck
mendapatkan penghargaan Nobel masing-masing pada tahun 1921
dan 1918 dan menjadi dasar teori kuantum mekanik yang
dikembangkan oleh banyak ilmuwan, termasuk Werner
Heisenberg, Niels Bohr, Erwin Schrödinger, Max Born,
John von
Neumann, Paul Dirac, Wolfgang
Pauli, David Hilbert, Roy J.
Glauber dan lain-lain.
Era ini
kemudian disebut era optika modern dan cahaya didefinisikan sebagai dualisme gelombang
transversal elektromagnetik dan aliran partikel
yang disebut foton.
Pengembangan lebih lanjut terjadi pada tahun 1953 dengan ditemukannya sinar maser, dan sinar laser pada tahun 1960. Era
optika modern tidak serta merta mengakhiri era optika klasik,
tetapi memperkenalkan sifat-sifat cahaya yang lain yaitu difusi dan hamburan.